Rabu, 25 Juli 2012

Keburukan muslim Indonesia: shaf shalat renggang

Nabi memerintahkan kita untuk merapatkan shaf di saat shalat. Entah kenapa, kita umat Islam Indonesia malas melaksanakan ini. Padahal ini termasuk perintah yang sangat gampang dilakukan. Cukup bergeser agar badan kita rapat ke jamaah yang lain. Tidak harus lari-lari, mengeluarkan harta, dsb.

Kita lihat di banyak mesjid, para jamaah berdiri dengan jarak tertentu ke jamaah sebelahnya. Seolah-olah ogah atau tabu untuk menempel ke badan dia.

Lebih menyedihkan lagi kalau kita bawa sajadah. Sajadah yang lebar ini membuat kita memiliki jarak dengan teman di sebelah. Dan paling menyedihkan kalau para jamaah membawa sajadah masing-masing, dan menaruhnya dengan jarak tertentu ke sajadah sebelahnya. Sudah renggang karena lebar sajadah, ditambah renggang pula oleh jarak antar sajadah.

Saya pernah shalat berjamaah bersama komunitas Bosnia, Turki, Arab, atau bercampur dengan muslim lain dari Kosovo, Mauritania, dll. Dan memang, kita kalah jauh dari mereka. Buat sebagian dari mereka, saling menempel saja belum cukup, tapi sudah harus mirip berdesak-desakan. Bahu menempel bahu, kelingking kaki menempel kelingking kaki.

Ada perkembangan bagus di tanah air. Para imam mulai mengingatkan mamum untuk merapatkan shaf. Sayangnya terkadang tidak jelas, bagaimana cara rapatnya. Ada yang geser ke kiri, ada yang ke kanan. Ujung-ujungnya tetap ada celah. Yang dari belakang mau mengisi celah yang di depan jadi ragu kalau celahnya terlihat terlalu sempit.

Barangkali ada baiknya mengusulkan para jamaah agar mengambil mamum sebelah kanannya sebagai patokan. Selama kita tidak nempel ke mamum sebelah kanan, kita harus geser ke arah dia. Kalau semua bergeser seperti ini, tempat kosong akan muncul di paling kiri. Baru di sini mamum yang dari belakang maju ke depan. Dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar