Kamis, 31 Januari 2013

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 5

[... sambungan]

5. Saya pernah mendengar ada kritikan terhadap celana panjang. Ini dikatakan termasuk tasyabbuh, dan merupakan penjiplakan identitas umat Nasrani.

Benarkah celana panjang itu tradisi Nasrani?

Ketika Kekaisaran Romawi berkuasa, mode pakaian pria adalah tunika, atau kain terusan, atau juga semacam jubah. Pakaian para tentara Romawi malah lebih mirip rok. Mode ini berlanjut hingga ke masa awal munculnya agama Nasrani, terus ke zaman Nasrani menjadi agama negara di wilayah Romawi, dan bahkan ketika kemudian Romawi pecah menjadi wilayah barat dan timur. Ketika Islam muncul, mode pakaian umat Nasrani tetap seperti itu, tanpa perubahan yang gradual.

Lantas siapa yang menyebarkan celana panjang? Jawabannya adalah bangsa Germania. Mereka adalah cikal bakal utama dari apa yang kita sebut sekarang orang Jerman, Perancis, Inggris, Belanda, atau Swiss. Para penggemar komik Asterix barangkali akan segera teringat bahwa orang Gaul, orang Goth, orang Swiss, atau orang Inggris, memang digambarkan memakai celana panjang; sementara orang Romawi mengenakan semacam rok, baik itu budak, pelayan, pegawai, prajurit, panglima, hingga ke kaisarnya.

Orang Germania ini bagi orang Romawi adalah barbar, tidak berperadaban, dan tak perlu ditiru budayanya, termasuk cara berpakaiannya. Bagi umat Nasrani mereka adalah kafir, tak beragama, dan perlu dibaptis.

Ketika suku-suku Germania dikristenkan, cara berpakaian orang Nasrani tidak mereka adopsi, justru celana panjang mereka yang menjadi tersebar. Tapi harus diakui ini prosesnya panjang. Hingga ke abad ke-18 celana panjang adalah pakaian golongan bawah seperti pekerja, buruh, pedagang, atau pemilik warung makan. Golongan atas dan bangsawan merasa tabu memakai itu; standard mereka adalah celana hingga ke lutut (istilahnya culotte, dan karenanya lawan mereka dari golongan bawah di saat di revolusi Perancis dijuluki sans-culotte).

Kini kita lihat bahwa model celana panjang sudah mendunia ke pelbagai penjuru bumi, termasuk dunia umat Islam. Celana panjang sudah menjadi standard untuk tentara, pekerja tambang, pilot, pemadam kebakaran, dsb. Tak terbayangkan bahwa profesi seperti ini bisa efektif tanpa celana panjang.

Sedikit hati-hati juga bisa ditunjukkan pada kritik atas pemakaian celana panjang oleh kaum wanita. Mengklaim bahwa ini murni penjiplakan dunia Barat bisa dipertanyakan. Kita lihat bahwa kelompok etnis tertentu di Cina dan India sudah mengenal celana panjang sejak zaman dulu, jauh sebelum wanita Eropa.

Selasa, 29 Januari 2013

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 4

[... sambungan]

4. Ada sebagian dari kita yang suka bawa tasbeh ke mana-mana. Ini terkadang dianggap sebagai ciri dari orang yang alim dan shaleh, karena dia berusaha berdzikir kapan dan di mana pun.

Tradisi membawa tasbeh ini ada di pelbagai penjuru umat Islam di dunia. Tapi ada satu hal yang kurang diketahui: tasbeh bukanlah penemuan umat Islam; kita justru mencontohnya dari para biksu Buddha. Kemungkinan dimulai ketika Islam mulai menyebar ke Asia Tengah. Kita memodifikasinya sehingga jumlah bulir di tasbeh cocok dengan bilangan di dzikir.

Apakah ini tasyabbuh?

Kisah tasbeh ini masih ada lanjutannya. Di abad pertengahan umat Katolik mencontoh ini dari umat Islam, dan memodifikasinya untuk keperluan doa mereka, serta menambahkan salib di simpulnya. Maka muncullah apa yang kita kenal sebagai rosario.

Menarik untuk melihat bagaimana satu umat mengadopsi tradisi umat lain, dan kemudian ada umat lain lagi yang memperpanjang proses adopsinya.

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 3

[... sambungan]

3. Sekarang mari kita bayangkan kita didakwa di pengadilan. Ada jaksa yang menuntut kita, ada hakim yang memimpin persidangan dan nantinya memberikan putusan, dan ada pembela yang berusaha meringankan kita dari segala hukuman atau malah membebaskan.

Dunia hukum formal sudah begitu rumit sehingga orang awam tidak mungkin lagi mengenal seluk beluknya smapai mendalam. Di sini seorang pengacara menjadi sangat berguna. Pengetahuan dia tentang hukum diharapkan bisa menunjukkan sejauh mana tuntutan jaksa memang berlandasan, dan apakah kita sebagai terdakwa memiliki peluang untuk membela diri.

Kalau kita pelajari sejarah dunia yuridis umat Islam, sebenarnya peranan pembela tidak dikenal. Tidak ada bahasan tentang "pengacara" di kajian para ahlulfiqh dari masa klasik umat Islam. Pembela, pengacara, atau advokat adalah sesuatu yang kita contoh dari dunia Barat.

Tapi sekarang profesi ini sudah menjadi begitu akrab dengan kita. Malah kita tidak asing lagi dengan yang namanya Tim Pembela Muslim.

Apakah memasukkan peranan pembela di dunia hukum ini termasuk tasyabbuh?

Sabtu, 26 Januari 2013

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 2

[... sambungan]

2. Mari beralih ke yang lebih "berat". Pada zaman Nabi, Al-Quran tidak dibukukan, tapi dihafalkan. Kalaupun ada catatan-catatan berisi ayat Al-Quran, bentuknya terpencar-pencar, dan mediumnya tidak seragam: ada tulang, kayu, kain, dsb. Perlu dicatat bahwa pada saat itu umat Yahudi dan Nasrani secara umum sudah mengkodifikasi kitab suci mereka. Taurat, dan naskah Ibrani lainnya, disimpan dalam bentuk gulungan; Injil, atau barangkali tepatnya "injil- injil", serta naskah Nasrani lainnya, biasa ditulis di lembaran-lembaran papirus.

Riwayat menyebutkan bahwa ketika Khalifah Utsman hendak mengkodifikasi Al-Quran, sempat muncul tantangan karena ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi. Namun akhirnya kehendak Utsman terlaksana; Al-Quran dimushafkan. Bentuknya tidak gulungan seperti naskah Taurat, tetapi lembaran seperti kebiasaan Nasrani.

Apakah memushafkan Al-Quran ini termasuk tasyabbuh?

Beberapa abad kemudian, ketika umat Islam sudah terbiasa membukukan Al-Quran, Johann Gutenberg menciptakan mesin cetak. Tidak lama setelah itu umat Nasrani mulai beralih dari menyalin kitab suci  ke mencetak.

Bagaimana dengan umat Islam?
Kita perlu waktu agak lama hingga akhirnya terbiasa dengan Al-Quran cetakan, yang salah satunya ada di rumah kita.

Apakah mencetak Al-Quran tasyabbuh?

Sekarang bagaimana di zaman digital?
Lagi-lagi kita pun berada di posisi meniru. Ketika umat lain sudah menyimpan kitab sucinya dalam bentuk dan medium digital, umat Islam baru belakangan mencontoh ini.

Apakah ini juga tasaybbuh?

Rabu, 23 Januari 2013

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 1

Beberapa hari lalu saya menghadiri sebuah pengajian keluarga. Tuan rumah meminta Pak Ustadz untuk membahas tasyabbuh. Ustadznya masih muda; kalau saya tidak salah dengar, pernah belajar di Libia; dan kelihatan cerdas. Tema tasyabbuh dikuasainya dengan mantap.

Pak Ustadz membeberkan bagaimana beberapa ritual ibadah kita sudah diselimuti tasyabbuh, dan apa pesan Nabi tentang tasyabbuh. Suatu hal yang saya sependapat penuh.

Pak Ustadz juga memberikan contoh kegiatan tasyabbuh lain:perayaan tahun baru, berunjuk rasa, dan debat terbuka. Menurut beliau semua ini adalah peniruan kita atas kebiasaan kaum lain, yang membawa mudharat.
Contoh pertama saya masih bisa ikuti. Contoh lainnya saya pikir bisa diperdebatkan.

Tapi sayangnya Pak Ustadz punya jadwal acara lain, harus langsung pergi setelah membawakan tausiyyah. Jadi tidak ada acara diskusi, tanya jawab, atau pendalaman lebih lanjut. Padahal saya ingin sekali mendapat pencerahan tentang apa saja sih yang boleh disebut tasyabbuh. Saya penasaran tentang ini karena Pak Ustadz memasukkan "apapun" kebiasaan-kebiasaan yang tidak berasal dari Islam sebagai tasyabbuh.

1. Mari kita ambil contoh dari kebiasaan kita sehari-hari: gosok gigi pakai odol, dan mandi pakai sabun. Tak bisa disangkal bahwa Nabi sangat menganjurkan menggosok gigi, dan Islam sangat menekankan kebersihan badan, termasuk mandi. Tetapi odol, dalam bentuk yang kita kenal sekarang, dan sabun dalam bentuk yang kita pakai sehari-hari (batang, ataupun cair) adalah hal yang kita tiru dari kaum lain.

Apakah odol dan sabun ini masuk kategori "apapun"?

Selasa, 22 Januari 2013

Tradisi khas umat Islam Indonesia 1: sarung dan peci

Saya bukan orang yang sering bepergian. Tidak begitu banyak negeri yang pernah saya kunjungi. Tetapi alhamdulillah, semasa mahasiswa, saya diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan muslim dari pelbagai penjuru dunia. Ada dari Bosnia, Iran, Kosovo, Malaysia, Mauritania, Mesir, Turki, Yordania, dsb.

Dari berbagai pertemuan, diskusi, ngobrol, pengamatan, shalat berjamaah, atau belajar bersama, ada hal-hal yang menjadi jelas bagi saya bahwa itu cuma ada di muslim Indonesia, atau paling banter di kawasan Asia Tenggara.

Ada hal yang sudah kita sangka sebagai ritual yang dilakukan semua muslim di dunia, padahal tidak; tapi ada pula yang memang kita sadari sebagai kegiatan unik kita. Ada yang kita tahu itu bidah, tapi ada pula yang kita sangka merupakan ajaran murni agama Islam.

Tulisan ini mencoba mendata hal-hal seperti itu.

1. Sarung dan peci

Di sekitar tahun 1920an pernah diperdebatkan di tanah air apakah sah shalat laki-laki jika memakai celana panjang. Dari sudut pandang sekarang tentu pertanyaan ini lucu; tapi bagi kakek-kakek kita dulu ini adalah masalah serius.

Sampai sekarang pun sebagian lelaki masih merasa lebih sreg shalat dengan sarung dan peci, apalagi jika shalat di mesjid dan shalat hari raya. Saya pun masih merasa seperti ini.

Peci model Indonesia kemungkinan berasal dari Asia Selatan. Bisa Pakistan, India, atau Bangladesh. Meski muslim Turki atau muslim Cina juga punya semacam peci, tapi versi Turki lebih tinggi, dan versi Cina lebih rendah, lebih ke arah pecinya orang Uzbekistan.

Menariknya, kita terkadang menyebut peci itu kopiah. Tentunya ini berasal dari kata Arab "kafiyah" yang memang tutup kepala, tapi bentuknya ya jauh beda.

Kalau sarung, dengan corak khas garis melintang dan mendatar, agak lebih sulit mencari asal-usulnya. Ini bisa berasal lagi dari Asia Selatan, tapi bisa juga dari wilayah Hadramaut. Kita tahu orang Bangladesh suka bersarung, begitu juga orang Rohingya. Di lain pihak sebagian orang Yaman, malah juga Somalia, juga bersarung.

Terlepas dari mana asalnya yang asli, kombinasi peci dan sarung telah menjadi ciri khas muslim Indonesia, atau Asia Tenggara.