Senin, 08 Oktober 2012

Shalat berjamaah, cermin umat Islam Indonesia 7

Kalau dipikir-pikir, cara kita shalat berjamaah sebenarnya mencerminkan kondisi kita sebagai sebuah kelompok. Mari kita lihat beberapa aspeknya.

7. Makmum
Sudah menjadi kewajiban makmum untuk mengikuti imam; tentunya selama imam melakukan rukun shalat dengan benar. Konsekwensinya: makmum tidak boleh mendahului imam, tidak boleh shalat dengan rukun yang berbeda.

Sayangnya terkadang kita lihat makmum yang misalnya sudah mulai ruku sebelum imam. Mungkin si makmum ingin terlihat bahwa dia kenal surat yang dibaca imam, dan tahu kapan akhir suratnya. Dia lupa bahwa shalat bukanlah sarana pamer.

Ada juga makmum yang terlihat yakin bahwa imam setelah rukun yang satu, akan melakukan rukun yang lain. Makmum seperti ini terlihat dari gerakannya yang cepat, dan sudah bergerak sebelum imam sempurna menyelesaikan rukunnya.

Dia mungkin lupa bahwa imam bisa jadi akan baca qunut, kalau dianggap perlu, atau langsung sujud setelah membaca ayat sajdah.

Kalau makmum yang tidak sinkron biasanya terjadi di sujud terakhir. Ada yang punya agenda sendiri, dan sujud lebih lama. Tampaknya karena dia menggunakan kesempatan itu untuk membaca doa pribadinya.

Untungnya yang sujud menyendiri ini tidak banyak. Bayangkan kalau semua makmum sujud akhir sendiri-sendiri, ada yang sebentar, lama, lebih lama, lebih lama lagi ... Di mana berjamaahnya?

Yang agak lebih banyak adalah makmum yang "ngotot" menyelesaikan bacaan shalat. Maksudnya, ketika imam pindah rukun, makmum belum selesai dengan bacaannya. Si makmum, bukannya mengikuti imam, malah menghabiskan dulu bacaan, dengan terburu-buru, baru kemudian mengejar ketinggalannya. Dia lupa bahwa sudah menjadi tugas imam untuk mewakili makmum, dan kita tinggal mengikutinya.

Bagaimana di luar shalat? Ya tampaknya tidak jauh beda. Kita tidak senantiasa seiring dengan pemimpin. Ada di antara kita yang merasa lebih handal daripada pemimpin, atau di lain pihak sok merasa yakin apa maunya pemimpin. Di sisi lain adapula yang melangkah berbeda, tidak sejalan dengan pemimpin.

Benar bahwa pemimpin bisa keliru, dan sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkannya, serta pemimpin wajib mengkoreksi kesalahannya. Sama seperti di dalam shalat.

Ok, harus diakui, keadaan di luar shalat bisa lebih rumit dan tidak sejelas rukun shalat. Tetapi mudah-mudahan, kalau kita di dalam shalat makin kompak, di luar shalat pun demikian.

berlanjut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar