Rabu, 06 Februari 2013

Tasyabbuh, beberapa hal untuk didiskusikan 7

[... sambungan]

Di depan kita sudah melihat beberapa contoh yang, menurut saya, menunjukkan bahwa tema tasyabbuh harus dibahas hati-hati. Maksudnya: tidak serta merta mencap "tasyabbuh" segala apa yang berasal dari tradisi non-Muslim, atau yang kelihatannya seperti itu.

Sabun dan odol sudah menjadi bagian dari kita sehari-hari; sudah tak kita sadari kadar "luarnya". Al-Quran yang kita miliki di rumah, atau kita bawa ke mana-mana, dalam hal fisiknya memiliki kadar "peniruan" dari umat lain. Begitu juga tasbeh yang menjadi asesoris sebagian dari kita, adalah "jiplakan" dari umat lain. Kemudian kita juga lihat bahwa peranan pengacara adalah hal yang sama sekali baru di dunia hukum umat Islam.

Ada pula hal yang lebih rumit daripada kelihatannya: celana panjang misalnya. Kita sangka itu tradisi sebuah umat, padahal itu memiliki sejarah yang tidak pendek, dan tidak mudah lagi untuk mengatakan itu adalah "ciri khas" sebuah kaum tertentu. Dan akhirnya kita lihat pula bahwa dalam hal tertentu kita tampaknya memang harus menjiplak orang lain, seperti dalam hal pemberantasan korupsi, kebersihan, ketertiban, dsb.

Adakah contoh-contoh lain? Tentu saja. Sebagai penutup, kita ambil satu saja: mesjid. Di zaman Nabi saw. mesjid itu hanya berdinding, tanpa atap. Gereja atau sinagog memiliki atap; sebagian gereja memiliki kubah yang boleh jadi adalah cikal bakal kubah-kubah mesjid kemudian. Apakah memberikan atap atau kubah kepada mesjid adalah tasyabbuh?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar