Senin, 11 Februari 2013

Membaca lafazh tak paham arti

Suatu sore sesudah maghrib saya berjalan pulang. Dari mesjid terdekat terdengar suara orang berdzikir. Lumayan kencang karena pakai pengeras suara.

Tetapi tunggu ... kok yang terdengar itu bunyi "laa ilaah", "laa ilaah", dan "laa ilaah". Saya yakin si pendzikir pasti mengucapkan juga "illallaah". Hanya saja begitu pelan dan tidak terdengar. Jadinya yang menggaungkan ke seluruh penjuru kampung adalah ucapan "laa ilaah".

Sadarkah si pendzikir bahwa orang sedang mendengar dia meneriakkan "tidak ada tuhan", "tidak ada tuhan", "tidak ada tuhan"?

Kemungkinan tidak, karena bukan rahasia lagi bahwa kita sering melantunkan sebuah lafazh tanpa pernah mencoba tahu apa maknanya. Kita merasa cukup untuk bisa menghafalnya, dan merasa mendapat pahala ketika membacanya.

Contoh lain adalah sebagian muadzin kita. Lafazh "hayya 'alash-shalah" dan "hayya 'alal-falah" terkadang terdengar "hayya laa shalah" atau "hayya lal-falah". Perbedaan di satu huruf ini tentu saja sangat mendasar, karena seruan "mari menuju shalat" dan "mari menuju kemenangan" bisa menjadi berbunyi lain. Kata "menuju" ('alaa) berubah menjadi "laa" yang berarti "tidak", "tidak ada", atau "jangan".

Tampaknya sudah saatnya kita sedikit-sedikit mencoba memahami apa yang kita baca. Kalau tidak, kita tanpa sadar malah melantunkan kebalikan dari apa yang kita niatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar