Kamis, 27 Desember 2012

Mengucapkan selamat Hari Natal: sebuah cerita dan renungan

Tanggal 25 Desember 2012 membuat saya teringat akan peristiwa yang saya dengar beberapa tahun lalu. Tokohnya adalah Pak A, muslim, seorang duta besar kita di sebuah negara Eropa. Kemudian Pak B, kristiani, seorang kolonel, atase militer kita di kedutaan tsb.

Ceritanya, menjelang akhir tahun, Pak A seperti biasa mengirimkan kartu ucapan selamat kepada para staffnya, termasuk Pak B ini. Tapi kali ini, Pak A, menulis "Selamat Tahun Baru" saja, tanpa "Selamat Hari Natal". Ini membuat Pak B naik pitam. Dikabarkan bahwa Pak B mendatangi ruangan Pak A, menggebrak mejanya, dan mengkritiknya sebagai tidak toleran.

Terlepas dari sejauh mana detail ceritanya benar, peristiwa ini mencuatkan pertanyaan menarik: Manakah di antara kedua jenis manusia ini yang tidak toleran? Yang tidak bersedia mengucapkan selamat Natal? Atau yang tidak bisa menerima bahwa orang lain tidak mau mengucapkan selamat Natal?

Harus diakui, di antara umat Islam Indonesia ada dua kelompok dalam hal ucapan selamat Natal. Kelompok pertama berpendapat, bahwa mengucapkan selamat Natal bertolak berlakang dengan prinsip kaidah Islam, dan karenanya tidak boleh dilakukan. Kelompok kedua berpemikiran bahwa ucapan selamat Natal adalah bagian dari rasa saling menghormati antar umat manusia, tidak bertentangan dengan prinsip agama Islam, dan karenanya bukan hanya ok-ok saja, tetapi malah dianjurkan.

[Sebenarnya ada kelompok ketiga yang boleh jadi merupakan mayoritas, yaitu yang tidak peduli dengan hal ini, tidak pernah merasa perlu membahas ini, dan tidak melihat manfaat buat kehidupan mereka sehari-hari jika berdebat soal ini.]

Menurut hemat saya, kedua kelompok harus mengakui keberadaan kelompok lain, dan menghormati pendapat masing-masing. Usaha untuk mempengaruhi kelompok lain tentu wajar, dan sudah menjadi naluri manusia, tetapi tentunya dengan adu argumentasi, bukan dengan saling mencibir. Ketika yang satu mencerca "Kalian merusak kaidah agama!" dan yang lain menghina "Kalian tidak toleran!", hanya mudharat yang akan keluar.

Tentunya keberadaan kedua kelompok ini harus diakui, dan dihormati pula, oleh umat lain. Memaksa orang lain untuk mengucapkan selamat kepada kita sendiri, tentunya bukan bagian dari toleransi.

Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar