Rabu, 26 September 2012

Khutbah mubazir (3)

Kita terkadang melihat ada spanduk dibentang di depan kelurahan, kantor camat, bupati, atau gedung pemerintah lainnya. Adakah kita ingat isi-isinya? Boleh jadi tidak. Mengapa? Barangkali karena bunyinya seperti ini: "Dengan semangat Sumpah Pemuda mari kita tingkatkan persatuan dan kesatuan".

Kalimatnya baik, isinya bagus, bahasanya tidak keliru. Tapi mengapa kita tak pernah "nangkep" isinya? Malah membacanya saja ogah.

Kalimat di atas adalah contoh dari apa yang kita sebut "kalimat kosong", tidak ada isinya, kita tidak merasa tersapa oleh kalimat itu, kita tidak tahu apa maunya kalimat itu, kita tidak tahu hal konkret apa yang diminta oleh spanduk itu.

Walhasil, slogan-slogan tadi mubazir. Hanya buang-buang materi saja.

Di dalam khutbah pun kita tidak jarang mendengar kalimat seperti ini. Contohnya: "Mari kita tingkatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt.", "Kita harus senantiasa menjunjung tinggi rasa cinta kita kepada Rasulullah.", "Ayo tegakkan terus ukhuwah islamiyah.", dsb.

Mengapa kalimat-kalimat di atas kosong padahal isinya benar? Karena pendengarnya tidak diberi tahu bagaimana dia konkretnya meningkatkan keimanan, tindakan nyata apa yang bisa menunjukkan kecintaan atas Nabi, kegiatan real apa yang mempererat ukhuwah.

Lain kalau khatib berucap: "Pak, kalo shalatnya masih suka sendiri, coba deh mulai bareng berjamaah sama yang lain.", atau "Bapak cinta Nabi? Ayo buktikan, contohi beliau, ayo shalat di awal waktu!", "Masa Bapak marahan sama yang baca usholi? Dia kan shalat. Apa nggak mendingan marahan sama yang nggak shalat?", dsb. Kalimat-kalimat seperti ini enak. Jamaah tahu apa yang harus dilakukan.

Jadi Pak Khatib, tolong beri kami hal yang konkret. Jangan yang kosong. Kalimat kosong lebih parah daripada krupuk. Krupuk, biarpun isinya angin, masih enak dimakan.


berlanjut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar