Rabu, 08 Agustus 2012

Kita semua masih anak sekolah

Saya punya anak yang masih duduk di bangku SMP. Saya lihat sebenarnya dia punya bakat untuk unggul di kelas, tapi tidak jarang dia ngeluh soal belajar. Macam-macam lah keluhannya. Ada saja yang dia bilang.
“Mengapa sih harus belajar ngitung KPT (kelipatan persekutuan terkecil)? Buat apa dipelajari kalau nggak jelas untuk apa nanti gunanya?”
“Mengapa sih harus ada ulangan, tes, ujian? Itu kan nyiksa, bikin stress …”
“Kenapa sih tiap hari harus bangun pagi buta, terus  ke sekolah? Apa nggak ada cara lain untuk bikin anak lebih bahagia?”
“Kenapa sih aku harus belajar lagi di rumah? Tuh anak-anak tetangga pada boleh main di jalanan …”

Maunya dia, tentunya belajar harus santai. Jadwalnya dia nentuin sendiri. Nggak ada tes, nggak ada ujian, ngga ada ulangan. Nggak ada PR, nggak ada tugas, dan semacamnya. Maunya dia, dia boleh baca komik Jepang semaunya. Nggak diabatasi. Terus juga boleh surfing di internet semaunya, juga nggak dibatasi.

Tentu sebagai orang tua, saya tidak setuju dengan permintaannya. Meski sadar bahwa sekolah itu bisa membuat cape, terkadang malah stress, kita tahu bahwa anak perlu pendidikan. Dan mendidik tentunya bukan membiarkan dia santai atau mengerjakan apa maunya. Harus ada tempaan, latihan, kerajinan, disiplin, dan hal-hal lain yang sepintas tampak berat, tetapi memang sebenarnya perlu demi masa depannya.

Kalau dipikir-pikir, ini sebenarnya mirip dengan yang kita alami dalam beragama.
Kita terkadang merasa berat dengan kewajiban ini-itu. Shalat yang 5 waktu lah, puasa yang sebulan lah, berzakat lah, dsb. Mengapa sih agama kok jadi beban?
Kita juga terkadang merasa dikekang. Kok kita diharamkan ini-itu sih? Apa nggak bisa diizinin aja? Memang apa jeleknya? Orang lain boleh, dan mereka kelihatannya baik-baik saja …
Dan ada beberapa hal yang kita tidak mengerti. Seperti kenapa sih kalo kentut harus wudhu lagi, emang kentut ngotorin apa? Mengapa shalat harus menutup aurat, bukannya Tuhan bisa melihat apa saja?
Dan yang suka didambakan: Mengapa ibadah tidak diserahkan ke kita saja? Toh kita sudah percaya ada Tuhan, yakin Dia itu sayang sama makhlukNya, dan kita sudah berlaku baik ke sesama. Jadi nggak usah ada lagi harus ini-itu, waktunya ditetapin kapan dan kapan, ritualnya harus begini-begitu …

Kalau sudah begini, kita persis mirip anak sekolah kan. Banyak keluhan, kemalasan, dan mempertanyakan. Kita seperti anak sekolah yang tidak sadar pentingnya pendidikan sebagai bekal bagi masa depan; kita tidak sadar pentingnya ibadah sebagai persiapan bagi masa depan kita, yaitu kehidupan di akhirat nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar